Minggu, 24 Juli 2011
metode Musyawarah dan Bahtsul Masail
MEMPERTAHANKAN TRADISI
1. PENDAHULUAN
Pondok
pesantren adalah sebuah lembaga pendidikan tertua di Indonesia bahkan
lebih tua dari Indonesia itu sendiri, karena dari pesantren itulah lahir
tokoh-tokoh yang berpengaruh dan para pejuang kemerdekaan Indonesia.
Itu tidak lain di dukung oleh sistem dan konsep pendidikan pesantren
yang tidak lain adalah sebagai lembaga yang bereksistensi tafaqquh fiddin yakni memperdalam pemahaman keilmuan agama.
Keilmuan
agama Islam yang begitu beragam dan kompleks dipelajari dengan
sistematis dan utuh di pesantren. Tidak akan kita jumpai di
sekolah-sekolah atau madrasah-madrasah lain yang mendalami ilmu agama
layaknya pesantren. Meski begitu pesantren bukanlah sebuah lembaga
pendidikan yang mengedepankan ta’lim atau pengajaran (transfer of knowledge) yang
hanya berkutat pada keilmuan belaka, tapi pesantren lebih mengedepankan
aspek tarbiyah yakni pendidikan, pendidikan dalam segala hal,
pengetahuan, ketrampilan, sikap (transfer of velliuw, transfer of skill)
dan lain sebagainya, karena orientasi dari pendidikan pesantren tidak
hanya mencetak orang-orang pintar namun sekaligus orang yang berakhlaq
dan bertanggungjawab. semua itu di tempa di pesantren dengan bimbingan
pimpinan pesantren yang biasa di sebut Kiai, dia adalah seorang pemimpin
pesantren yang telah diakui kealimannya serta segala haliyahnya yang
mencerminkan sebagai panutan umat, oleh karena itu Kiai sangat dipatuhi
dan ditaati seluruh perkataan dan perintahnya. Bahkan apabila dilanggar
perintahnya maka akan berakibat pada ilmu yang ia cari, tidak akan
beroleh barokah dan manfaat, sebagaimana kepercayaan yang dipegang teguh
oleh kalangan pesantren.
Khazanah
keilmuan pesantren yang begitu kaya dan kompleks meliputi seluruh fan
ilmu agama diantaranya, Tafsir, Hadist, Fiqih, Ushul Fiqh, Aqidah,
Tasawuf, Lughoh, Hisab dan lain sebagainya. Sebagai bukti bahwa
pendidikan pesantren memuat kurikulum pendidikan yang sangat mapan
dengan analisis yang mendalam, tidak kalah dengan sekolah-sekolah di
luar atau perguruan-perguruan tinggi lainnya. Namun hal itu tidak cukup tanpa di dukung dengan metode dan strategi yang memadai agar proses transfer of knowledge itu bisa berjalan dengan baik dan lancar.
Sistem yang berjalan di pesantren sampai saat ini adalah yang biasa seperti kita kenal dengan istilah Sorogan yakni suatu sistem pengajaran dengan cara santri mengajukan diri kepada guru dengan membacakan kitab yang ia maknai, dengan tujuan mentashehkan bacaannya. Bandongan yakni suatu sistem pengajaran dengan cara para santri mengelilingi guru mendengarkan bacaan kitab dan keterangan guru. Musyawarah
yakni suatu sistem pengajaran dengan cara menduskisan materi pelajaran
yang akan atau sudah diberikan oleh sang guru, dengan cara berkelompok.
Dari
beberapa sistem pengajaran diatas yang dirasa paling efektif dalam
pemahaman materi pelajararan adalan sistem musyawarah, Karena dalam
kesempatan ini santri dituntut aktif dan bersinggungan langsung dengan
materi yang di bahas dengan tidak hanya menggantungkan penjelasan dari
guru. Dan juga sistem musyawarah ini sangat mendukung daya analisis dan
kritis santri dalam pemahaman teks kitab-kitab kuning dan juga
masalah-masalah diluar itu. Oleh karena itu musyawarah haruslah didukung
dengan metode yang memadai agar bisa lebih hidup dan berkualitas.
2. MUSYAWARAH
Banyak para ahli mendifinisikan tentang apa yang disebut musyawarah itu, diantaranya yaitu :


Sebagai lembaga yang konsent kepada tafaqquh fiddin,
seperti yang telah diketengahkan diatas. Pesantren adalah sebagai wadah
bagi santri untuk memperdalam ilmu agama yang sangat kompleks dan
menekuni menurut apa yang ia mampu. Musyawarah yang didengung-dengungkan
sebagai metode yang paling efektif dalam memperdalam ilmu, hal itu
tidak akan berarti apa-apa tanpa di dukung dengan strategi yang
berkompeten sekaligus peran aktif dari peserta musyawarah atau diskusi.
Oleh karena itu dibawah ini akan diulas sedikit tentang aturan main
bermusyawarah atau berdiskusi. Diharapkan nantinya akan menghasilkan
kesimpulan yang final dan bisa dipertanggunjawabkan. Di sini akan
dipaparkan beberapa strategi yang telah dicanangkan oleh para ahli
sebagaimana yang telah disebutkan diatas. Menurut al-ustadz Mudaimullah,
yang pertama kali harus dilakukan adalah meumbuhkan agresifitas para
peserta musyawarah atau diskusi dalam mengikuti musyawarah, diantaranya
dengan :
- Himmah
Aliyah (cita-cita luhur), artinya peserta musyawarah diharapkan untuk
memiliki semangat yang tinggi dalam belajar tidak akan mundur apalagi
menyerah tanpa daya. Karena hanya dengan semanagt yang tinggilah semua
harapan dan cita-cita akan tercapai.
- Memiliki
Target Operasional Khusus, artinya para peserta musyawarah harus punya
target operasional khusus dimana dia akan memulai permainanya dalam
berdiskusi, apakah nanti ia akan mengajukan banding ta’bir dengan lawan
musyawarah atau sekedar bertanya dan atau menyetujui pendapat lawan
musyawarah. Hal ini sangat penting karena tanpa target yang jelas
seseorang akan kesulitan dalam mengekspresikan keinginan dan harapannya,
oleh sebab itulah butuh menentukan target supaya jelas tujuan
masing-masing, dan juga untuk mengukur kemampuan dan keberhasilan kita
dalam musyawarah.
- Semangat
Bersaing, yakinkan diri kalo kita bisa, kita mampu dan kita juga
sanggup menjadi peserta musyawarah handal. Tidak ada sesuatu yang tidak
mungkin apabila kita mau berusaha dan belajar, oleh karena itu semangat
dan pantang menyerah adalah kuncinya. Sehingga kita bisa menunjukkan
eksistensi diri serta mengasah daya analitis dan membentuk karakter intelektualitas.
- Bermental Baja, Pasti terdapat banyak problem ketika bermusyawarah semisal digojlok
lawan, ‘dibantai’, dipojokkan, di remehkan dan lain sebagainya. hal ini
sangat dibutuhkan mengingat banyaknya peserta musyawarah yang hadir
dengan membawa pendapatnya masing-masing yang tak lain telah didasari
dengan dalil-dalil yang telah dipersiapkan dan mereka ingin
mempertahankan pendapatnya masing-masing. Karena bila hal itu tidak
dimilki maka akan berdampak membunuh karaktek seseorang tidak malah
membentuk mental yang kuat, oleh karena itu persiapan mental harus
matang. Ingatlah bahwa hal itu adalah suatu yang lumrah dan wajar dalam
forum musyawarah karena tanpa hal itu pastilah musyawarah akan terasa
hambar dan kurang fantastis. Dan tips untuk membantu mengatasi sikap
seperti ini adalah balaslah kata-kata yang menyakitkan dari lawan debat
dengan seulas senyuman. Dengan demikian kita akan dapat mengekspresikan
ide dan pemikiran secara bebas dan tanpa malu, minder, grogi ataupun
sakit hati.
- Punya Selera Berbeda, Selera seperti ini akan dapat membantu meningkatkan sikap kritis dan ketajaman nalar. Artinya berani punya pendapat nyeleneh
dengan pendapat kebanyakan orang, hal ini mungkin akan terdengar aneh
di telinga para peserta musyawarah yang lain, karena mungkin akan
dikatakan mengada-ngada atau caper (cari perhatian) dan pastilah orang
seperti ini banyak menuai kontroversi dari banyak pihak. Namun hal itu
bukan berarti 100 % salah tanpa adanya bukti yang konkrit, malah apabila
pendapat kontroversi itu bisa dipertahankan dan pertanggung jawabkan,
tidak menutup kemungkinan akan menjadi senjata untuk mengalahkan
pendapat lawan debat.
- Tak
Kenal Kompromi, peserta musyawarah harus punya nyali kuat
mempertahankan pendapatnya masing-masing sepanjang pendapatnya masih ia
yakini kebenarannya. Namun bukan berarti sikap seperti ini memicu untuk
menyalah-nyalahkan pendapat lawan musyawarah atau lawan debat dan
meremehkannya serta menganggap pendapat diri sendiri yang paling benar,
namun hal ini penting dilakukan mengingat kita haruslah konsistent
dengan pendapat yang kita usung dan tidak mudah goyah apabila disangkal
dan dibantai oleh pendapat lawan musyawarah atau lawan debat.
Penjelasan
diatas adalah sedikit dari solusi-solusi dalam menumbuhkan agresifitas
yang telah dipaparkan oleh al-ustadz Mudaimulloh seorang pakar bahsul
masail dari pondok pesantren Lirboyo. Sebaik apapun solusi atau motivasi
dari para senior, hal itu tidak ada gunanya bila tidak didasari dengan
niat yang tulus dan kesadaran pada msing-masing santri untuk berubah
menjadi lebih baik dan dimulai dari diri sendiri.
Selanjutnya
al-ustadz Mudaimullah memaparkan tentang komponen-komponen musyarawah
serta peran-perannya yang berlaku di Madarasah Hidayatul Mubtadi’in
(MHM) Lirboyo :

§ Benar-benar siap untuk menyampaikan atau mempresentasikan materi musyawarah
§ Memahami materi secara detail dan menyeluruh
§ Mengerti poin-poin penting yang perlu penekanan lebih dalam penyapaian
§ Sanngup menyampaikan materi dengan bahasa yang lugas, menarik dan mudah dimengerti peserta musyawarah
§ Mampu
memberikan keterangan-keterangan suplementer (tambahan) yang berkaitan
dengan materi, sehingga bisa menginisiasi peserta untuk bertanya dan,
§ Mampu membuat kesimpulan sederhana dari seluruh materi

§ Responsive,
moderator diharap adalah seorang yang tanggap dengan situasi dan
kondisi musyawarah yang sedang berjalan. Ia harus peka dan tanggap
terhadap seluruh masukan serta pendapat akan dari seluruh peserta. Oleh
karena itu diharuskan bagi seorang moderator harus memahami mendetail
materi dan pokok bahasan yang akan didiskusikan.
§ Moderat,
moderator harus bersikat netral, moderat, tengah dan adil dalam
menyikapi seluruh tanggapan dari peserta tidak ada unsure memehak
apalagi memenangkan pendapat sendiri, hal ini malah akan memicu pertengkaran diantara peseta musyawaroh yang lain yang merasa pendapatnya dikucilkan
§ Selektif,
moderator harus mampu memilih dan memilah pendapat-pendapat yang bisa
diangkat sebagai topik yang tepat dalam diskusi. Disini dibutuhkan
ketegasan dan kebijaksanaan moderator dalam menyikapi seluruh pendapat
peserta musyawarah yang terkadang ingin pendapatnya menang sendiri dan
tidak terjebak dalam debat kusir serta melenceng dari pokok bahasan.
§ Obyektif, menanggapi seluruh jawaban dari peserta dengan obyektif tidak subyektifitas. Dalam arti, keputusan harus didasarkan pada substansi pendapat peserta, bukan berdasarkan subyektifitas moderator, sehingga akan memunculkan kelancaran dalam berdiskusi.
§ Komunikatif,
moderator haruslah seorang yang komunikatif, ia mampu mencarikan jalan
tengah bagi pendapat yang berseberangan dan menjembatani pendapat
peserta musyawarah tersebut, hal ini sangat terjadi karena terdapat season I’tiradl dan I’tidladl ketika berlangsungnya musyawarah, sehingga menuju kesimpulan yang final.
§ Representative,
yaitu mampu menyimpulkan jawaban dan pendapat di akhir dengan utuh dan
sederhana agar mudah dipahami, serta pendapat yang mencuat pada waktu musyawarah tidak terabaikan.

§ Memahami materi dasar yang hendak dimusyawarahkan
§ Mencari keterangan-keterangan tambahan dari sumber referensial yang lebih luas (kitab-kitab syarah)
§ Mengantisipasi poin-poin potensial yang diperdebatkan, dengan mempersiapkan jawaban dan argumentasinya
§ Menyiapkan isykal-isykal yang berbobot untuk akan diangkat di musyawarah
§ Bersedia menindaklanjuti masalah-masalah yang mauquf dalam forum untuk dicarikan pemecahannya. Baik dengan mencari referensi atau bertanya pada pihak yang lebih senior
Dilain
kesempatan al-ustadz Darul Azka juga menuturkan bahwasannya harga mati
bagi peserta musyawarah tahu bagaimana cara mebaca kitab gundul dengan
benar, tidak asal-asalan dan syukur paham saja tanpa memahami secara
keseluruhan, baik dari segi ilmu alatnya, balaghohnya sampai ushulnya.
Hal ini akan menghambat aktifitas musyawarah dan bisa jadi musyawarah
atau tidak akan berjalan sama sekali bila masih dijumpai peserta
musyawarah yang tidak dapat memahami kitab dengan baik dan benar.
Di
atas adalah sebagian dari beberapa siasat dan strategi yang bisa
ditempuh dalam musyawarah. Namun perlu digarisbawahi bahwa sebaik apapun
rancangan metode atau strategi bila tidak didasari niat yang kuat serta
kesadaran yang tinggi untuk berubah menjadi lebih baik maka hal itu
akan sia-sia belaka, oleh karena harus dengan semangat yang tinggi
(himmah aliyah) untuk mewujudkan cita-cita dan harapan, karena
memperoleh sebuah ilmu tidaklah mudah seperti yang dibayangkan butuh
perjuangan dan keistiqomahan, ada sebuah sya’ir yang berbunyi :
بجد لا بجد كل مجد # فهل جد بلا جد بمجد
“pangkat
keluhuran itu tidak diperoleh dengan kesungguhan, melainkan dari fadhal
Allah SWT. disamping itu harus didampingi dengan usaha, karena sangat
jarang sekali pangakat keluhuran diraih tanpa kesungguhan”
Dalam sebuah kalam hikmah disebutkan :
العلم لا يعطيك بعضه حتى تعطيه كلك
“ilmu
tidak akan sudi memberikan sebagian dirinya kepadamu, hingga kamu
bersedia mempersembahkan dirimu sepenuhnya padanya untuk ilmu”
Al-Imam al-Syafi’I dalam sya’irnya juga pernah berkata :
تمنيت ان تمشي فقيها مناظرا # بغير عناء والجنون فنون
“engkau
berharap menjadi seorang yang alim ilmu agama dan ahli debat, tetapi
tanpa usaha dan sungguh-sungguh, ketahuilah bahwa orang gila itu
bermacam-macam”
Dari
maqolah di atas dapat kita jadikan motivasi untuk terus semangat dalam
memperdalam ilmu, jangan patah arang dan mudah terbuai dengan hal-hal
yang menyibukkan kita dari mencari ilmu.
Dalam al-Qur’an Allah SWT. juga menyebutkan tentang keutamaan bermusyawarah :
öNèdãøBr&ur 3“u‘qä© öNæhuZ÷t/
“sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara mereka (asy-Syuro: 38)”
öNèdö‘Ír$x©ur ’Îû ÍöDF{$#
“dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu (ali imron:159)”
Dan juga hadist Nabi SAW yang mulia :
ما خاب من استخار وما ندم من استشار
“Tidak akan rugi orang yang istikharah, dan tidak akan menyesal orang yang musyawarah.”(HR.Aththabrani)
dalam kesempatan yang lain Nabi SAW. juga bersabda :
dalam kesempatan yang lain Nabi SAW. juga bersabda :
ما تشاور قوم الا هدوا لأرشد أمرهم
“Tidaklah bermusyawarah suatu kaum kecuali mereka ditunjukkan (Alloh) pada perkara yang paling tepat”
Sahabat Nabi Abu Hurairah juga pernah menuturkan :
ما رايت احدا اكثر مشاورة لاصحابه من رسول لله صلى الله عليه وسلم
“Aku tidak melihat seorangpun yang bermusyawarah dengan para sahabatnya yang lebih intens disbanding rosulullah SAW”
Dari
beberapa pernyataan diatas terbukti bahwa musyawarah adalah sesuatu
yang sangat dianjurkan oleh agama, tidak hanya pada hal-hal atau perkara
yang besar namun mulai dari perkara kecil yang kelihatan remeh akan
lebih baik bila dimusyawarahkan meski tidak pada tataran musyawarah
dengan skala besar. Selanjutnya bahwa seorang akitif musyawaah sejati
akan mengikuti musyawaarah dengan sepenuh hati tanpa ada tendensi atau
paksaan, musyawarah dianggap sebagai sebuah kebutuhan dan hobi yang tak
bisa ia tinggalkan sebagaimana santapan, yaitu santapan untuk ruhani,
serta dijalani dengan sabar dan istiqomah karena hal itu adalah kunci
kesuksesan, tidak penting apakah orang itu pintar dan cerdas namun ia
tak bisa kontiu (istiqomah) belajar maka ia akan dikerdili oleh
kecerdasannya sendiri, bagi seorang yang mau istiqomah dan sabar pasti
ia akan sukses di kemudian hari, sebagaimana hadist nabi menyebutkan :
الاستقامة خير من الف كرامة
“Istiqomah itu lebih baik dari pada seribu karomah”
Dan
yang paling peting juga harus didasari dengat niat yang tulus dan
ikhlas tidak untuk kepentingan duniawi atau mempertaruhkan hawa nafsu, riya’, sum’ah, takabbur, ujub, hasud, hiqdu
dan lain sebagainya yang hanya akan memperkeruh hati sebagai penerima
nur ilahi dan hal itu malah menjadikan ilmu kita akan terhenti manfaat
dan barokahnya. Selamat mencoba !!!
3. BAHTSUL MASAIL
Menindaklanjuti
dari sistem musyawarah yang telah diulas di atas, maka program lanjutan
dari musyawarah adalah Bahtsul Masail, yaitu sejenis musyawarah dalam
tataran yang lebih tinggi dan kompleks karena melibatkan banyak delegasi
dari berbagai kalangan, seperti antar ribath, antar madrasah, atau juga
antar daerah di Nusantara dan juga dengan materi yang lebih tinggi dan
aktual.
Bahtsul
Masail adalah suatu kegiatan yang kerap dilakoni oleh orang-orang
pesantren dengan eksistensi yaitu memecahkan sebuah masalah baik itu
yang sudah terungkap dalam ta’bir-ta’bir kitab salaf atau
masalah-masalah kekinian yang belum terdeteksi hukumnya, Istilah Bahsul
Masail lebih akrab dikenal di kalangan Nahdlatul Ulama’ organisasi ini
mewadahi permasalahan-permasalahan umat lewat forum Bahsul Masail, yang
di kendalikan oleh orang-orang pesantren yang notabene mereka adalah
orang-orang yang menekuni bidang agama dan faham betul dengan
masalah-masalah agama. Bahsul Masail bukanlah ajang debat kusir yang tak
ada gunanya atau ajang untuk mempertontontonkan kemampuan
masing-masing, namun forum Bahsul Masail murni diadakan untuk
menjembatani seluruh problema masyarakat yang kian lama kian rumit dan
kompleks.
Proses
Bahsul Masail tidak asal-asalan dan sembarangan namun penuh dengan
pertimbangan dan kematangan sikap serta pikiran dalam memutuskan akan
sebuah masalah, oleh sebab itu didatangkanlah para pakar-pakar ilmu
agama, untuk ikut berkecimpung dalam menuntaskan sebuah wacana yang akan
didiskusika. Bahkan apabila masalah yang akan didiskusikan
bersinggungan dengan ilmu umum yang tidak mungkin diputuskan sepihak
dari para peserta Bahtsul Masail maka mereka akan mendatangkan
orang-orang yang berkompeten dalam bidang tersebut, seperti ketika dalam
masalah per-bank-an, maka mereka akan mendatangkan seseorang yang mampu
menerangkan permasalahan tentang sistem per-bank-an yang hanya
diketahui oleh orang-orang dalam saja, sehingga nantinya akan diputuskan
sebuah hukum yang objektif serta dapat dipertanggungjawabkan.
Sebagaimana
yang telah berlangsung selama ini forum-forum Bahtsul Masail pada
setiap daerah mulai dari tingkat kabupaten, provinsi sampai kepulaun,
seperti LBM (Lajnah Bahtsul Masail) Jombang, Mojokerto, Kediri, Surabaya
yang berada di bawah naungan Nahdlatul Ulama’ mulai dari tingkat
Ranting, MWC, Cabang, Wilayah maupun Pengurus Besar Nahdlatul Ulama’
mempunyai agnda khusus kegiatan Bahtsul Masail atau antar pondok
pesantren, seperti FMPP (Forum Musyawarah Pondok Pesantren), FMP3 (Forum
Musyawarah Pondok Pesantren Putri) se-Jawa-Madura. Ini adalah merupakan
forum-forum pertemuan yang mewadahi para pakar ilmu agama untuk
menyumbangkan keilmuannya demi kemaslahatan umat. Oleh karena itu setiap
hasil Bahtsul Masail akan ditindaklanjuti kepada pihak yang berwajib
untuk disebarkan kemasyarakat serta dibukukan agar masyarakat bisa
mengerti aturan hukum atas problema-problema yang mereka hadapi. Namun
meski begitu, tidak mudah bagi masyarakat untuk menerima apa adanya
tentang keputusan hasil Bahtsul Masail, namun kebanyakan dari masyarakat
banyak yang menentang dan menganggap mempersulit beragama. Sebagaimana
yang terjadi pada pertengahan 2009 fatwa tentang keharaman Facebook,
awal 2010 fatwa tentang keharaman rebonding, fatwa keharama program
televisi Uya Emang Kuya pada Maret 2011 dan lain sebagainya, ini adalah
sebuah gebrakan ilmiyah dari para Ulama’ yang selama ini diacuhkan oleh masyarakat.
Sebagai
sebuah forum ilmiyah, Bahtsul Masail mempunyai aturan main tersendiri
dalam memecahkan sebuah masalah, yang peraturan itu harus dipatuhi oleh
seluh peserta Bahtsul Masail. Sebagaimana yang dijelaskan oleh al-ustadz
M. Ridlwan Qoyyum Said alumnus PP. Lirboyo dalam bukunya yang berjudul
Rahasia Sukses Fuqoha beliau mengupas tuntas tentang methodology
keputusan Bahtsul Masail sistem Bahtsul Masail kitab-kitab referensi
Bahtsul Masail dan lain sebagainya, sebagaimana berikut :

a) Keputusan Bahsul Masail bersumberkan dari kitab-kitab Madzahibul Arba’ah. Diluar itu tidak boleh di pakai. Sebab madzhab-madzhab di luar Madzahibul Arba’ah belum
pernah terbukukan. Namun, untuk permasalahan-permasalahan yang bisa
ditemukan syarat dan rukunnya boleh juga diikuti, meski diluar Madzahibul Arba’ah. (I’anatut Tholibin, hal.217, Vol:4)
b) Jika tidak ditemukan nash-nash madzhab yang menerangkang masalah yang sedang dibahas, tidak boleh menganalogikan (ilhaq)
masalah tersebut pada permasalahan yang dicantumkan di dalam
kitab-kitab madzhab, meskipun ada titik kesamaan di antara keduanya.
Begitu pula tidak diperbolehkan memasukkan suatu permasalahan pada
kaidah-kaidah yang bersifat umum. Namun untuk orang-orang yang sudah
mencapai derajat faqih diperbolehkan menggunakan method ilhaq dengan
syarat masalah-masalah yang di-ilhaq-kan bukan masalah-masalah yang
termasuk kategori sulit (membutuhkan pemikiran yang panjang untuk
menemukan titik persamaannya). Begitu pula seorang faqih diperbolehkan
memakai kaidah-kaidah madzhab yang bersifat umum (kaidah kulliyah) . (muqoddimah al-majmu’ syarah Muhadzad). Pengertian al-faqih adalah orang yang faham bagian-bagian dari masing-masing bab fiqih yang bisa mengantarkan pada bagian-bagian yang lain, baik pemahaman mengenai dalil (mudrok) maupun mengenai penggalian hukumnya (istinbath) meskpun kapasitasnya belum mencapai derajat mujtahid.
c) Tidak
boleh menggunakan ta’bir berupa ayat-ayat al-Qur’an atau hadits yang
masih mentah, tanpa interpretasi dari para ulama yang memenuhi kreteria
sebagai mufassir. Jika menggunakan ta’bir dari al-Qur’an dan Hadits,
maka harus disertai penjelasan-penjelasan dari para ulama’ mengenai
ayat-ayat atau Hadits tersebut. (Bughyatul Musytarsyidin, Hal. 7,
al-Hidayah Surabaya)
d) Jika
memakai madzhab di luar Syafi’I. supaya dijelaskan syarat dan rukun
yang berkaitan dengan masalah tersebut menurut madzhab yang
bersangkutan. Karena termasuk persyaratan taqlid yaitu harus mengetahui syarat, rukun dan kewajiban-kewajiban yang berkaitan dengan madzhab yang diikuti. (Tanwirul Qulub: 396)
e) Menurut konsep fiqih sosial dan juag keputusan Nahdlatul Ulama, qoul dloif sebaiknya
dipakai pegangan untuk memutuskan masalah-masalah yang sudah berlaku di
masyarakat. Karena keputusan Bahtsul Masail bukan termasuk fatwa, namun
hanya sekedar irsyad (memberikan petunjuk). Dengan catatan qoul tersebut tidak sangat lemah. Qoul-qoul yang termasuk kategori dloif antara lain : khilaful ashoh, khilaful mu’tamad, khilaful aujah, khilaful muttajih. Khusus untuk khilafus shohih pada umumnya fasid (tidak bisa dipakai). (I’anatut Tholibin, Vol. 1, hal:09 dan an-Nafahat, hal:170)
f) Teks-teks fuqoha’ mengenai suatu permasalahan yang dlohirnya terjadi takhaluf (perbedaan) dan tanafi (saling menafikan) jika masih mungkin di-jami’-kan (dicarikan titik temunya) maka wajib di-jami’-kan.
g) Menurut qoul mu’tamad,
pendapat-pendapat ulama’ yang masih muthlaq (tanpa ada batasan) harus
dipahami menurut ke-muthlaq-annya, meskipun ada sebagian ulama’ yang
menentangnya. (Bughyatul Musytarsyidin, hal:08)

Sistem Bahtsul Masail coraknya beragam. Secara garis besar di kalangan Nahdliyin terdapat tiga macam model Bahtsul Masail :
a) Bahtsul Masail model pesantren yang lebih menonjolkan semangat I’tiradl, yaitu perdebatan argumentatif dengan berlandaskan al-Kutub al-Mu’tabaroh.
Dalam hal ini, peserta bebas berpendapat, menyanggah pendapat peserta
lain dan juga diberikan kebebasan mengoreksi rumusan-rumusan yang
ditawarkan oleh Tim Perumus.
b) Bahtsul
Masail model NU, dalam hal ini lebih menonjolkan porsi I’tidladl yaitu
penampungan aspirasi jawaban sebanyak mungkin. Untuk materi dan redaksi
rumusan diserahkan pada Tim Perumus. Peserta hanya diberikan hak
menyampaikan masukan-masukan seperlunya.
c) Bahtsul
Masail Kontemporer, yaitu Bahtsul Masail yang dimodifikasi mirip model
kompisium. Dimana sebagian peserta yang dianggap mampu, di minta
menuangkan rumusan jawaban berikut sumber pengambilan keputusan dalam
bentuk makalah. Bahtsul Masail seperti ini kurang diminati oleh kalangan
pesantren, karena kesempatan untuk memberikan tanggapan dan sanggahan
lebih mendalam sangat terbatas.
Di bawah ini akan diketengahkan sistem Bahtsul Masail yang menjadi standart di pesantren-pesantren seJawa-Madura yang tergabung dalam FMPP :
I. Pelaksanaan
1. Bahtsul Masail dibuka dan ditutup oleh panita
2. Bahtsul Masail di pimpin seorang moderator dalam pengawasan Tim Perumus dan Mushohih
3. Mendatangkan berbagai narasumber dari berbagai ahli, sesuai materi bahasan.
4. Menyediakan konsumsi sesuai kebutuhan
II. Tugas Moderator
1. Memimpin, menjaga ketertiban, mengatur dan membagi waktu
2. Member izin, menerima usul dan pendapat Musyawirin
3. Meminta narasumber untuk menjelaskan dan menggambarkan masalah sesuai permintaan peserta
4. Menunjuk peserta untuk menjawab masalah
5. Meminta kepada penjawab untuk membacakan ta’bir dan dan menerangkan kesimpulannya
6. Meminta
peserta yang pendapatnya tidak sama untuk menanggapi pendapat lain
dengan mencari kelemahan jawaban dan kelemahan ta’birnya
7. Meluruskan pembicaraan yang menyimpang dari pembicaraan
8. Membacakan kesimpulan jawaban yang telah disepakati oleh Tim Perumus, untuk kemudian ditawarkan lagi kepada peserta
9. Mengetuk
tiga kali bila masalah di anggap selesai dan memohon kepada Mushohih
untuk memimpin pembacaan al-Fatihah bersama, sebagai simbol pengesahan
10. Dalam keadaan dlorurot Moderator dapat menunjuk salah satu peserta untuk menggantikannya
Larangan bagi Moderator :
1. Ikut berpendapat
2. Memihak atau tidak obyektif
3. Mengintimidasi peserta
III. Tugas Tim Perumus
1. Mengikuti jalannya Bahtsul Masail
2. Meneliti jawaban-jawaban dan ta’bir yang masuk
3. Memilih ta’bir yang masuk sesuai permasalahan yang di bahas
4. Meluruskan jawaban yang dianggap menyimpang
5. Memberikan rumusan jawaban dan ta’bir-ta’bir pendukung
Larangan bagi Tim Perumus :
1. Memaksakan jawaban tanpa ada ta’bir dari peserta
2. Berbicara seelum ditunjuk Moderator
3. Berbicara diluar materi pembahasan
4. Mengganggu konsentrasi peserta, seperti tidur, guyonan dll
5. Pulang sebelum waktunya tanpa izin Moderator
IV. Tugas Tim Mushohih
1. Mengikuti jalannya Bahtsul Masail
2. Memberikan pengarahan dan nasehat kepada peserta dan Tim Perumus
3. Mempertimbangkan dan mentasheh keputusan Bahtsul Masail dengan bacaan al-Fatihah
Larangan bagi Mushohih
1. Membaca al-Fatihah sebelum ada kesepakatan
2. Pulang sebelum waktunya
V. Kewajiban Peserta
1. Menempati arena yang tersedia sepuluh menit sebelum acara dimulai
2. Membubuhkan tanda tangan hadir pada buku daftar yang telah disediakan
3. Menjawab masalah dan menyampaikan ta’birnya setelah diberi waktu oleh Moderator
4. Berbicara setelah diberi waktu oleh Moderator
5. Menyampaikan ta’bir kepada Tim Perumus
6. Menghormati dan menghargai peserta lain
Larangan bagi Peserta :
1. Keluar dari forum Bahtsul Masail tanpa izin Moderator
2. Membuat gaduh dalam forum Bahtsul Masail
3. Berselisih pendapat dengan teman sedelegasi
4. Berbicara tanpa melalui Moderator atau debat kusir
Hak suara bagi peserta
1. Peserta dapat menolak pendapat atau jawaban peserta lain dengan melalui Moderator
2. Peserta berhak mengajukan usulan, tanggapan dan sangkalan melalui Moderator
3. Peserta berhak memberikan koreksi terhadap rumusan Perumus
VI. Pengambilan Keputusan
1. Jawaban masalah di anggap putus dan sah apabila mendapatkan persetujuan Musyawirin, Perumus dan Mushohih dengan cara mufakat
2. Masalah
dianggap mauquf apabila dalam waktu satu jam tidak bisa diselesaikan
dan semua Musyawirin, Perumus, serta Mushohih tidak berkenan melanjutkan
3. Apabila ada dua pendapat yang bertentangan, maka diserahkan pada kebijaksanaan Moderator atas restu Tim Perumus dan Mushohih
4. Segala keputusan dianggap sah dan tidak bisa diganggu gugat

Pada dasarnya
tidak ada pembatasan kwantitas mengenai kitab-kitab yang di pakai acuan
di dalam Bahtsul Masail. Kitab apa saja boeh dipakai, asalkan tidak
keluar dari faham Ahlu Sunnah wal Jamaah ala Thoriqoti Nahdlatil Ulama. Dalam bidah fiqih, Nahdlatul Ulama’ memakai pegangan al-Madzahibul al-Arba’ah :
1. Madzhab Syafi’I
2. Madzhab Maliki
3. Madzhab Hanafi
4. Madzhab Hanbali
Dengan
demikian, Bahtsul Masail yang diselenggarakan oleh Nahdlatul Ulama
ataupun pesantren-pesantren yang berbasis Nahdlatul Ulama, tidak pernah
keluar dari kitab-kitab fiqih al-Madzahibul al-Arba’ah.
Untuk pendapat-pendapat di luar madzhab empat, meskipun merupakan madzhab Mu’tabar
seperti ad-Dzohiri, Sofyan as-Tsauri, Ibnu Uyainah dan lain sebagainya,
biasanya hanya sekedar dijadikan wacana saja dan tidak sampai dijadikan
acuan untuk bahan keputusan.
Kemudian
dalam bidang Aqidah atau Tauhid, Nahdlatul Ulama mengikuti faham Abu
Manshur al-Maturidy dan Abu Hasan al-Asy’ary. Sedangkan dalam bidang
Tasawuf, Nahdaltul Ulama mengikuti aliran Tasawuf Abu Qosim Junaid
al-Baghdadi dan al-Ghozali. Aliran Tasawuf ini dengan segala bentuknya
sangat terikat oleh penerapan syari’at secara ketat.
Untuk kitab-kitab Ashriyah
(modern) yang belum teruji validitasnya sebaiknya tidak dipakai
rujukan, kecuali sumber kutipannya dicantumkan dengan jelas atau
diperkuat oleh ta’bir-ta’bir lain dari kitab-kitab yang Mu’tabaroh.
4. PENUTUP
Dari
seluruh rangkaian pembahasan diatas adalah hasil analisis dari beberapa
pakar dan pemerhati pendidikan pesantren yang terus ingin dan berambisi
untuk kemajuan pesantren. sebagai generasi selanjutnya kita hanya bisa
menikmati hasil jerih payah para pendahulu yang tak kenal lelah dan
kompromi dalam memperjuangkan kemerdekaan dan kesejahteraan para
generasi selanjutnya, maka sudah seharusnyalah bagi kita untuk
melestarikan dan mengembangkan agar tetap mengalir jariyah itu pada para
pendahulu.
Sebagaimana firman Allah, menyebutkan :
$¯RÎ) ß`øtwU ÌÓ÷ÕçR 4†tAöqyJø9$# Ü=çGò6tRur $tB (#qãB£‰s% öNèdt»rO#uäur 4 ¨@ä.ur >äóÓx« çm»uZøŠ|Áômr& þ’Îû 5Q$tBÎ) &ûüÎ7•B ÇÊËÈ
“
Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati dan Kami menuliskan apa
yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan. dan
segala sesuatu Kami kumpulkan dalam kitab Induk yang nyata (Lauh
Mahfuzh)”. (yasiin:12)
Firman
Allah diatas mengajarkan pada kita untuk menelusuri sejarah orang-orang
terdahulu, serta mempelajarinya supaya kita bisa meniru dan mengenang
jasa mereka, karena dari merekalah kita lahir dan bisa berkarya, maka
benar apa yang dikatakan syekh Ibnu Malik al-Andalusi pengarang kitab
Alfiyah :
وهو بسبق حائز تفضيلا # مستوجب ثنائي الجميل
والله يقضي بهبات وافرة # لي وله في درجة الاخرة
“dialah
(syeikh Ibnu Mu’thi) yang menadahului dengan memperoleh keutamaan,
(dan) sudah selayaknya baginya pujian-pujian yang indah. Allahlah yang
akan membalas dengan anugrah yang murni, (dan semoga) bagiku dan baginya
mendapat derajat (tinggi) di ahirat nanti”
Dalam sebuah maqolah juga disebutkan :
لم يشكر الله حتى يشكر المخلوق
“tidak akan disebut menyukuri nikmat Allah sebelum bersyukur (berterimakasih) pada makhluk”
Karya-karya
orang terdahulu memang sarat dengan makna yang perlu kita contoh dan
teladani, sebagaimana pepatah dulu mengatakan “tidaklah dikatakan suatu
bangsa itu besar sebelum mereka bisa mengenang jasa-jasa para
pahlawannya”, semoga kita dan anak turun kita nanti termasuk orang-orang
yang pandai bersyukur atas segala karunia-Nya yang telah dianugrahkan.
Amiin. Alhamdulillah tammat biaunillah wa bifadllillah alkarim
Kamis, 30 Juni 2011 09.11 PM perpustakaan
DAFTAR PUSTAKA
- Al-Qur’an al-Karim
- Alfiyah ibni Malik
- Tarjamah Ta’limu Mutaallim, Syeikh az-Zarnuji, al-Hidayah Surabaya
- Qayyum Said, M. Ridlwan, Rahasia Sukses Fuqoha, Mitra Gayatri, Lirboyo Kediri
- http//www.azka03.blogspot.com
-
Advertisement